Selasa, 25 Desember 2012

Silaturahmi Budaya Etnis dalam PIPAF



PALU-Sejumlah seniman dari berbagai daerah di Indonesia kembali melakukan silaturahmi budaya dalam seni pertunjukan dengan event Palu Indonesia Performing Arts Festival (PIPAF) selama tiga hari (20-23/12). Keberagaman materi dalam festival tersebut diakumulasikan dalam basis tari, teater dan musik berakar tradisi dan kontempores. 

Para wakil seniman dari Yogyakarta, Solo, Surabaya, Gorontalo, Makassar dan sejumlah komunitas etnis yang ada di Kota Palu menampilkan karya-karyanya yang menunjukkan kebergaman Indonesia dengan beragam latar etnis. Pertunjukan difokuskan di halaman TVRI Sulteng dan acara workshop dan diskusi seni dilaksanakan di Taman Budaya Sulteng.

Bahkan lebih menarik lagi perwakilan seniman dari Spanyol dan Belanda turut hadir memperesentasikan karya seninya sekaligus menyatu dalam kolaborasi seniman Indonesia. Sehingga bukan saja terjadi silang budaya antaretnis di Indonesia, tapi sebuah silaturahmi  antarbangsa bisa tercipta dalam panggung di Kota Palu. Event PIPAF tersebut digagas Yayasan Tadulakota’ kerja sama  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng dan TVRI Sulteng yang secara berrsamaan sedang merayakan HUT ke 11 pada 2012 ini.

“Adanya event kami sangat merespon dan memberi dukungan dan Gubernur Sulteng  sendiri menanggapi positif, walau persiapannya begitu singkat tapi pemerintah sangat mendukung. Apalagi sifatnya menghadirkan sejumlah perwakilan etnis dari berbagai budaya di Indonesia, dan adanya seniman dari dua negara ini bias menjadi momentum untuk saling bertukar informasi dan saling memberi masukan,” ungkap Siti Norma Mardjanu selaku Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng.
Karena itu pula, Norma Mardjanu mengharapkan agar event ini bisa berlanjut masa akan datang sehingga memperkaya keberadaan kegiatan festival yang ada di Sulteng. Sebab ini sebagai strategis untuk menjadi bagian dari pembangunan kesenian maupun pariwisata yang berbasis pada local etnic dengan inovasi-inovasi baru maupun proses elaborasi dari berbagai unsur seni dengan segala.
Mempromosikan melalui pertukaran seni budaya dalam merekatkan nilai-nilai solidaritas dan kekerabatan antar seniman baik dalam skala nasional maupun internasional.
Sementara itu Hapri Ika Poigi selaku Direktur Yayasan Tadulakota’ danpenggagas PIPAF menyebutkan tujuan utama event ini sebagai media silaturahmi budaya antarbangsa yang pada akhirnya akan bermuara pada tumbuhnya saling pengertian antarbudaya yang berbeda. “Terutama merangsang pertumbuhan kreativitas yang berkesinambungan di tanah air untuk memperkuat daya saing global di dunia industri kreatif seni dan budaya,” jelas Hapri.
Menurut dosen antropologi FISIP UNTAD ini optimis kalau event ini menjadi pintu bagi proses transkulturasi antarabudaya materil dan ekspresif yang ada di daerah ini dengan budaya dan kultur dari daerah lain. Karena itu  diharapkan akan mampu menjadi media sharing pengetahuan, pengalaman, informasi dibidang seni budaya yang bersifat  global. Termasuk mampu menjadi ajang pertukaran nilai-nilai ekonomis mulai dari skala kecil, menengah hingga skala besar yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Gagasan lama
Sebetulnya event PIPAF 2012 adalah gagasan lama dan ini merupakan lanjutan, karena tahun 1998 Yayasan Tadulakota’ bersama Kantor Wilayah Departemen Pariwisata dan Seni Budaya Provinsi Sulawesi Tengah pernah merancang program bersama berupa lomba tari kreasi ’98.
Pada tahun 1999 kemudian ditingkatkan menjadi Palu Dance Festival 99. Pada event ini paket kegiatan yang dipresentasikan tidak hanya paket Lomba Tari Kreasi namun juga dipresentasikan paket kegiatan lainnya seperti Eksebisi Musik Tradisi, dan Seni Pertunjukan Kontemporer. Paket kegiatan Lomba Tari Kreasi juga lebih diperluas dalam cakupan basis ide garapan yang digarap dan dipresentasikan oleh para Seniman dan Koreografer Tari. Basis ide yang dijadikan acuan tidak hanya Dero tetapi semua kesenian dan budaya tradisi yang berformat melingkar seperti Balia, Rego, Vunja, Lulo dll.
Dalam catatan Yayasan Tadulakota’ menyebutkan hingga pada tahun 2001, Kota Palu kembali menjadi saksi dari sebuah fenomena seni budaya yang bertajuk Palu Indonesia Dance Forum (PID-F) 2001 yang mempresentasikan beragam seni pertunjukan dan senirupa, fotografi, instalasi dan berbagai kegiatan dengan diikuti sekitar 350 seniman dari berbagai kota Indonesia dan mancanegara.
Namun dalam perkembangannya, festival atau event yang digagas komunitas seni di Kota Palu mengalami pasang-surut, kecuali agenda festival dominasi pemerintah tetap jalan. Di antaranya Pekan Budaya Sulteng, Festival Teluk Palu, Festival Danau Lindu dan Festival Danau Poso. Tetapi event yang sifatnya lebih berorientasi swadaya seniman dengan keberagaman etnis/suku dari sejumlah daerah di Indonesia sangat minim digelar di Kota Palu, sehingga kehadiran PIPAF 2012 merupakan momentum untuk lahirnya Festival Internasional atau Asia Pasifik masa akan datang.(JAMRIN AB)

Sabtu, 15 Desember 2012

NGILINAYO Kumpulan Cerita Rakyat dari Kabupaten Sigi (Draf Persiapan)

NGILINAYO
Kumpulan Cerita Rakyat
dari Kabupaten Sigi



OLEH:



Jamrin Abubakar


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………

SAMBUTAN……………………………………


Ngilinayo dan Sawerigading ……................

Perkelahian Labolong dan Lindu …………


Sang Putri dan Bengga Bula …....................

Gadis Kulavi Dalam Pohon …………………

CERITA DARI DOLO……………………………

CERITA DARI MARAVOLA..............................

CERITA DARI PALOLO………………………

Senin, 03 September 2012

Bantuan Sapi di Donggala Pengelolaan Tanggungjawab Koptan?

 
DONGGALA-Kepala Bidang Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) pada Dinas Pertanian Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Donggala, Ansar mengklarifikasi soal pemberitaan tentang sapi bantuan yang diduga bermasalah di Desa Balukang, Kecamatan Sojol. Yakni ternak sapi bali 35 (bukan 30) ekor sebagai  bantuan Pemkab Donggala untuk dipelihara dalam kandang sekaligus untuk produksi pembuatan pupuk organbik. Namun kemudian harapan untuk pengolahan pupuk itu tidak dilaksanakan, karena masing-masing ternak sapi dibawa anggota kelompok tani (koptan).
 
Menurut Ansar, soal belum difungsikanya kandang sapi untuk pembuatan pupuk organik (bukan bio gas) sesuai yang diharapkan, kemungkinan karena warga masing-masing memiliki kesibukan. Kemungkinan hanya  sementara saja sapi-sapi itu dibawa masing-masing anggota koptan, bukan berarti kandang yang tersedia itu nantinya tidak digunakan. “Sebab bisa saja sapi itu hanya sementara di luar kandang dan dibawa oleh warga selama mereka adalah anggota kelompokn tani. Yang tidak bisa itu kalau kemudian sapi itu dibagi-bagikan pada warga yang bukan anggota kelompok tani, itu sama sekali tak boleh,” jelas Ansar, Rabu (29/8).
 
Selain itu, Ansar mengatakan penanganan bantuan sapi untuk masyarakat itu sebetulnya sudah merupakan tanggungjawab anggota kopta. Sebab pemerintah sebagai fasilitator sudah melakukan upaya pengadaan sesuai permintaan masyarakat, namun demikian pihaknya tetap melakukan pembinaan dan koordinasi berupa imbauan melalui surat sebanyak dua kali untuk mengolah pembuatan pupuk oranik dari kotoran sapi itu. Bahkan pada awalnya selama tiga hari warga dalam koptan diberi bimnbingan untuk pengolahan karena alatnya tersedia.
 
Karena itu pula pihak Dinas Pertanian Donggala merencanakan akan melakukan koordinasi dengan pihak koptan yang ada di Desa Balukang, Kecamatan Sojol dan juga Desa Ogoamas, Kecamatan Sojol Utara. Sebagai informasi, pengadan sapi bantuan tersebut merupakan proyek tahun 2011 lalu dengan jumlah ternak 35 ekor. Namun dua di antaranya telah mati, tetapi telah dibuatkan berita acaranya. “Karena itu kami tetap mengajak kelompok tani agar menfungsikan kadang sapi untuk pembuatan pupuk organic agar lebih bermanfaat bagi pengolahan pertanian warga setempat, terutama anggota kelompok tani sendiri,” jelas Ansar

DPRD PRIHATIN PENGALIHAN DANA FDD



DONGGALA-Wakil Ketua DPRD Donggala, Namrud Mado menanggapi adanya rencana Pemkab Donggala meniadakan agenda tahunan Fesitival Danau Dampelas (FDD) 2012 disebabkan karena dananya akan dialihkan ke acara  Aksi Sadar Wisata dan Sapta Pesona. “Hal itu sebenarnya tidak boleh seenaknya dilakukan pengalihan pemanfaatan dana karena telah diputuskan dalam penganggaran di DPRD. Harusnya kalau ada pengalihan itu harus sesuai persetujuan pihak Dewan, sebab yang ditahu soal permanfaatan dana adalah untuk festival,” kata Namrud Mado di Donggala, Senin (3/9).

Tanggapan tersebut terkait dengan pemberitaan di media ini beberapa hari lalu yang menyebutkan FDD Dikorbankan Demi Sapta Pesona. Lagi pula agenda sapta pesona yang akan dilaksanakan di Donggala itu merupakan program nasional yang telah memiliki anggaran dari pusat. Karena itu sangat disayangkan kalau akibat adanya kegiatan tersebut, justru daerah Donggala kehilangan event yang seharusnya tiap tahun dilaksanakan sebagai ajang promosi dan pengembangan wisata Donggala yang telah teragenda setiap tahun.
Sorotan tersebut bermula keprihatinan Hapri Ika Poigi seorang aktivis seni yang menyoroti Pemkab Donggala tidak konsisten dan tidak serius dalam mengagendakan FDD untuk ajang promosi wisata dan budaya. Menurut Hapri seharusnya pemerintah tetap konsisten dengan event yang telah diagendakan sendiri, tidak seenaknya tiba masa tiba akal ditiadakan hanya karena mau mensukseskan agenda nasional.

Tidak adanya FDD tahun 2012 ini diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Donggala, Jafar Marhum dan Sekertaris Kabupaten (Sekkab) Donggala, Kasmuddin H dalam sebuah rapat tentang Sapta Pesona di Tanjung Karang beberapa waktu lalu. Sementara Aksi Sadar Wisata dan Sapta pesona tingkat nasional sendiri akan digelar di Donggala pada pekan ini. Menurut rencana acara tersebut akan dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kereatif RI, Mari E. Pangestu dengan angenda penanaman penghijauan di Donggala, lomba kelompok sadar wisata, sarasehan, kunjungan ke desa sasaran PNPM dan peninjauan aktivitas kawasan wisata Tanjung karang.*

FDD BAKAL DIKORBANKAN DEMI SAPTA PESONA?


Agenda tahunan Fesitival Danau Dampelas (FDD) di Kabupaten Donggala dinilai tidak konsisten dan tidak serius pelaksanaannya sebagai ajang promosi wisata dan budaya. Buktinya tahun 2012 ini  akhirnya ditiadakan hanya karena penggunaan anggaran yang tersedia dialihkan untuk mensukseskan Gerakan Nasional Sadar Wisata (GNSW) dan Sapta Pesona di Tanjung Karang, September mendatang. “Padahal kegiatan itu merupakan agenda nasional yang memiliki anggaran yang sudah jelas dari pemerintah pusat melalui kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi seharusnya daerah tidak mengorbankan program daerah yang sudah ada hanya karena mau cari praktis menumpang di agenda pusat,” komentar pengamat seni dan budaya, hapri Hapri Ika Poigi, Rabu (29/8).
 
Menurutnya FDD yang telah berjalan tiga tahun terakhir ini di Desa Talaga, Kecamatan Damsol, sebaiknya tidak putus begitu saja hanya karena dianggap ada kegiatan kepariwisataan yang muncul belakangan. Apalagi datang dari pusat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulteng, padahal harusnya daerah tetap menjalankan programnya sesuai yang telah dijadwalkan. Kata hapri jangan hanya karena mau membesarkan dan mensukseskan agenda dari pusat, tapi kabupaten Donggala yang punya agenda tapi tidak bias terlaksana. 
 
Informasi ditiadakannya FDD tahun 2012 ini diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Donggala, Jafar Marhum dan Sekertaris Kabupaten (Sekkab) Donggala, Kasmuddin H dalam sebuah rapat tentang Sapta Pesona belum lama ini. “FDD tahun ini dipending dulu dan kegiatannya dijadikan bagian dalam Sapta Pesona,” kata Kasmuddin.
 
Padahal beberapa waktu lalu sebagaimana pernah dimuat media ini,  Kadisbudpar Donggala Jafar Marhum menyatakan tetap melanjutkan event Festival Danau Dampelas (FDD) tahun 2012 seperti tahun sebelumnya.  Hal itu diungkapkan Jafar Marhum yang dimitai tanggapannya beberapa waktu lalu  menyusul ada isu kalau kemungkinan kegiatan tersebut tidak lagi dilaksanakan dengan alasan kurang maksimal setiap kegiatan. Nah, ternyata isu itu kemungkinan jadi kenyataan walau dengan alasan lain.
 “Festival Danau Dampelas tetap dilanjutkan tahun ini karena sudah merupakan agenda tahunan Disbudpar Donggala dan diharapkan terus meningkat,” kata Jafar Marhum ketika itu.
 
Pelaksanaan FDD dua tahun terakhir ini selain selalu kurang persiapan dalam pelaksanaan, juga dana yang selalu terbatas padahal sudah seharusnya jadi bahan evaluasi. Jafar mengakui dana yang tersedia untuk kegiatan festival tidak sampai Rp 100 juta, padahal merupakan event yang cukup besar.*