Kamis, 18 Agustus 2016


To Donggalaé
Menenun Masa Lampau dengan Cita Rasa Masa Depan

2, 3, 4 September 2016 di Kota Tua Donggala


Berawal dari tambatan perahu nelayan dan tempat persinggahan kapal-kapal tradisional untuk mengisi perbekalan air tawar, pelabuhan Donggala kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu pelabuhan penting di bagian timur Nusantara. Sejak tahun 1430 Donggala sudah dikenal sebagai pelabuhan yang memperdagangkan hasil bumi seperti kopra, damar, kemiri dan ternak sapi. Kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru Nusantara dan belahan dunia lainnya, melabuhkan sauh dan membongkar muatannya di pelabuhan ini. 

Namun, sejak operasional Pelabuhan Donggala dipindahkan ke Pelabuhan Pantoloan pada tahun 1978, kehidupan sosial-ekonomi-kultural Kota Donggala menyurut secara dramatis. Kejayaan Kota Donggala sebagai salah satu kota pelabuhan penting dalam sejarah kemaritiman di Nusantara ini lalu meredup. Kejayaan kota pelabuhan ini di masa lampau kini hanya menyisakan warisan sejarah kota berupa bangunan-bangunan tua dari era kolonial yang juga sedang menghadapi kehancurannya karena tidak terawat dan lapuk oleh usia serta berbagai rencana pembongkaran atau pembangunan fasilitas kota lainnya. Fenomena ini adalah ancaman kehancuran bagi sejarah ruang arsitektur serta nilai historis filosofis bangunan dan kawasan bersejarah tersebut. Ingatan kolektif sejarah yang menjadi cerminan masa depan dari kehidupan masyarakat kota ini turut mengabur. Secara perlahan, kota pelabuhan ini mulai kehilangan identitas kulturalnya.

Sadar dan memahami kondisi tersebut, pada tahun 2015 Dewan Kesenian Donggala dan Donggala Heritage telah menggelar sebuah bertajuk Donggala Heritage sebagai perayaan bagi warisan sejarah kota dan budaya urban di Kota Tua Donggala. Program ini didasari keyakinan bahwa identitas Kota Donggala dengan karakteristik urban yang khas adalah milik paling berharga dari kota pelabuhan ini dan karenanya perlu diselamatkan, dilestarikan dan dikembangkan. Melanjutkan apa yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 itu, Dewan Kesenian Donggala dan Donggala Heritage bekerjasama dengan Yayasan Kelola (Jakarta) dan PeerGrouP Locatietheater Noord-Nederland (Belanda) dengan dukungan Kedutaan Besar Belanda dan Fonds Podium Kunsten Performing Arts Fund NL, kembali menggelar perayaan budaya yang bertajuk : To Donggalaé.

Mewujudkan event budaya yang akan digelar pada tanggal 2, 3, 4 September 2016 Pukul 16:30 s/d 23:00 Wita ini, para seniman dan pakar heritage asal Belanda dan Yogyakarta telah bekerja selama sebulan penuh bersama para seniman, pelajar dan masyarakat di Kota Tua Donggala. Berbagai program kegiatan seni budaya yang memberdayakan potensi estetika publik sebagai cerminan dari warisan sejarah kultural Kota Donggala akan digelar dalam event ini. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan dampak positif sosial, ekonomi dan kultural dari event ini bagi masyarakat Kota Donggala. Pilihan lokasi event yang berada di salah satu kawasan di tengah Kota Tua Donggala ini juga ditujukan untuk mendorong apresiasi dan partisipasi kalangan muda, seniman dan masyarakat dalam upaya pelestarian dan konservasi warisan kultural di kawasan Kota Tua Donggala. 

Di banyak kota pelabuhan di Nusantara Pasar Malam adalah bagian dari sejarah budaya yang tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial-ekonomi-kultural di tengah masyarakat. Dalam prakteknya di tengah masyarakat Kota Donggala di masa lalu, Pasar Malam tidak hanya berfungsi sebagai ruang ekonomi semata, namun telah tumbuh dan berkembang menjadi ruang interaksi sosial budaya dimana masyarakat bertemu dan menyatakan diri mereka. Pemikiran tersebut kemudian mendasari pilihan konsep Pasar Malam tersebut menjadi konsep artistik pelaksanaan event budaya To Donggalaé ini. Konsep Pasar Malam ini diterjemahkan dan diaplikasikan dalam bentuk-bentuk karya seni pertunjukan dimana masyarakat menjadi bagian dan pelaku dari interaksi budaya event ini.

Selama tiga hari pelaksanaan event budaya To Donggalaé, beberapa program dan kegiatan akan digelar, antara lain : Site-specific TheaterVideo Screening - hasil lokakarya video dengan Pelajar SMKN 1 BanawaPanggung-panggung Kecil Aspirasi Masyarakat, Pameran Gambar Anak-Anak DonggalaPenjualan Makanan dan Minuman Khas DonggalaKaraoke Corner, Selfie-Booth, Instalasi Video dan Kompetisi Foto Instagram #todonggalae
Melalui event To Donggalaé ini diharapkan dapat mendorong kawasan Kota Tua Donggala menjadi destinasi pariwisata budaya di Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Tengah. Melalui event budaya ini diharapkan menjadi awal bagi hadirnya sebuah Museum Komunitas dan kawasan kreatif di Kota Donggala serta mewujudkan suatu rencana strategis dan program bagi pelaksanaan preservasi dan konservasi bangunan tua dan kawasan sejarah di Kota Tua Donggala.*

Egbert Wits                                                                             Zulkifly Pagessa
(Yayasan Kelola)                                                                    (Donggala Heritage)



Sabtu, 27 Desember 2014

Rencana Master Plant Wisata Donggala Berorientasi Proyek

DONGGALA-Adanya gagasan Bupati Donggala, Kasman Lassa yang akan menjadikan ibu kota kabupaten sebagai kota pariwsata kini mendapat sorotan publik. Bukan karena masyarakat tidak setuju terhadap keinginan tersebut, cuma saja  orientasi proyek fisik yang sangat menonjol ketimbang  menumbuhkan spirit mobilitas industri dan pelestarian nilai budaya dan sejarah sebagai kekhasan Donggala.
Hal tersebut mengemuka dalam pembahasan master plant pariwisata kota Donggala yang dilaksanakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Donggala belum lama ini. Apa yang dipaparkan tim ahli (arsitek) dari Universitas Tadulako dengan melontarkan perlunya pembangunan di beberapa titik potensi pariwisata seperti di kawasan Pantai Kelurahan Kabonga, dinilai tidak terlalu mendesak. “Justru yang harus dilakukan pemerintah sekarang, bukan membangun lagi bangunan wisata atau kawasan baru, karena beberapa yang ada saat ini belum selesai dibangun tapi kenapa mau bangun lagi di tempat baru. Itu akan mubasir, sehingga bagi saya sebaiknya tingkatkan yang sudah ada,” kata Rony Djalaluddin, pelaku industri pariesata Donggala, akhir pekan lalu.

Kritikan yang diungkapkan tersebut, kata Rony sangat beralasan, sebab kawasan wisata jalan Lingkar di Kelurahan Kabonga saja yang sudah tiga tahun berjalan pembangunannya belum rampung total, tapi kenapa tidak dituntaskan. Misalnya menambah sarana bagi usaha kuliner yang sudah ada, mengingat sering menjadi tempat kunjungan warga. Selain itu mesti dilengkapi dengan sarana MCK maupun persediaan air bersih, sehingga orang yang berkunjung tidak kerepotan bila membutuhkan MCK.
Saat ini, kawasan Jalan Lingkar Kabonga, selain kotor dengan sampah yang berserakan dan adanya tumpukan material gergajian yang dipakai saat balapan motor, juga tidak ada tempat pelindung. Kata Rony Djalaluddin, harusnya hal seperti itu yang harus dibangun karena sudah ril menumbuhkan perekonomian masyarakat kecil ketimbang membangun tempat baru yang jadi beban ekonomi.
Kecaman juga dating dari Sekretaris Dewan Kesenian Donggala (DKD) Zulkifly Pagessa. Menurutnya, untuk memajukan pariwisata Donggala tidak bisa dilepas dari nilai-nilai sejarah dan budaya sebagai penanda kota tua. “Bangunan-bangunan baru atau membangun lagi belum tentu memiliki dampak dalam meningkatkan perekonomian karena itu akan jadi beban, sehingga sebaiknya pemerintah melakukan revitalisasi terhadap beberapa bangunan bernilai sejarah untuk wisata kota tua,” kata Zulkifly.
Bahkan menurut Zulkifly, beberapa bangunan tua yang dapat dijadikan aset wisata budaya kota tua yang statusnya tidak jelas, mestinya hal itu yang lebih penting diurus pemerintah. Misalnya soal bangunan PKKDD dengan bangunan bentuk silinderis yang memiliki nilai sejarah perekonomian mestinya dikembalikan sebagai aset daerah ketimbang jadi milik perorangan. Begitu pun bangunan-bangunan di sekitar pelabuhan Donggala dapat dikelola untuk wisata kota tua, tapi kenyataannya tidak diperhatikan pemerintah, malahan lebih condong membangun dengan orientasi proyek.

Sebelumnya Ketua BAPPEDA Donggala, Ibrahim Drakel mengatakan rencana pengembangan pariwisata kota Donggala sebagai upaya mengimplementasikan visi misi Bupati Donggala yang telah tertuan dalam RPJMD 2014-2019. Saat dimintai tanggapannya oleh media ini, ternyata pandangan Ibrahim Drakel dalam soal kepariwsiataan yang akan dikembangkan adalah wisata ekologi dengan alas an sebagai keseimbangan dengan adanya pembukaan lahan tambang dari arah Kota Palu. “Karena itu perlu penyeimbangan untuk dalam kota Donggala mengutamakan wisata ekologis,” kata Ibrahim Drakel. (JAMRIN AB)

Sabtu, 06 Desember 2014

Sapi Donggala Dijadikan Ternak Unggulan


DONGGALA-Kabupaten Donggala yang pernah memiliki keunggulan usaha ternak dengan varietas ‘sapi donggala’ zaman kolonial Belanda, namun kemudian terabaikan. Kini baru ditampilkan kembali melalui Dinas Pertnian Peternakan dan Kesehatan Hewan (Distanak Keswan) Kabupaten Donggala dengan melakukan pemurnian varietas khas.
Menurut Sekretaris Distanak dan Keswan) Donggala, Rahmad Iqbal upaya permurnian dilakukan berupa adanya penetapan kriteria yang didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan Universitas Tadulako Palu, kemudian adanya  penetapan dan pengakuan melalui surat keputusan dari Kementerian Pertanian RI tentang sapi donggala. “Adanya sapi donggala yang khas itu dapat menjadi ciri khas dan kebanggaan bagi peternak sapi di Donggala yang selama ini justru lebih dikenal sapi bali ketimbang sapi donggala. Karena itu adanya pemurnian dengan kriteria tersendiri, maka ternak sapi khas Donggala dapat disejajarkan dengan sapi Madura dan sapi Bali,” ungkap Rahmad Iqbal, akhir pekan lalu.
Jenis varietas sapi donggala yang mendapat pengauan dari Kementrian Pertanian RI

Menurtnya, varietas sapi yang dimiliki Donggala tak kalah unggulnya dengan memiliki ciri khas tersendiri yang menunjukkan kelokalan. Sehingga pemerintah menjadikan salah satu prioritas pengembangbiakan dengan mengawali pembibitan sebagai langkah awal.
Meskipun selama ini telah memenuhi kebutuhan bahkan melampaui target dalam kebutuhan daging secara nasional, tapi akan tetap ditumbuhkan dengan pengembangan varietas lokal. Apalagi sapi donggala memang memiliki daya tarik tersendiri sekaligus menumbuhkan kembali agar tidak punah mengingat selama ini kebiasaan masyarakat  dengan ciri-ciri khas yang beda dengan jenis sapi umumnya.
Apalagi saat ini Kabupaten Donggala memiliki potensi peternakan cukup besar dan beragam, terutama populasi sapi  sebanyak 36.328 ekor. Jauh lebih besar jumlahnya disbanding kambing hanya 28.927 ekor, serta  domba sebanyak 222 ekor. Angka tersebut mengalami peningkatan baik untuk jenis ternak besar maupun ternak kecil jika dibanding tahun sebelumnya.
Program peningkatan dan pengembangan mutu ternak  dewasa ini sudah sangat mendesak untuk segera dipacu sebagai langkah antisipasi terhadap peningkatan kebutuhan akan protein hewani. Dari tahun ke tahun yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi, sehingga kita semua harus ikut berpartisipasi baik pemerintah, para peternak/ kelompok ternak maupun para pengusaha yang bergerak dibidang peternakan,” kata Bupati Donggala, Kasman Lassa dalam acara kontes ternak beberapa waktu lalu.

Data dari Distanak Keswan Kabupaten Donggala, secara umum Kabupaten Donggala berpotensi untuk dikembangkan berbagai komoditi unggulan bidang peternakan seperti ternak sapi berupa sapi donggala, sapi PO dan sapi bali. “Kita menyadari bahwa disiplin, tekun, ulet adalah modal awal bagi pembudidaya dan pelaku dibidang peternakan untuk mengembangkan komoditi-komoditi peternakan unggulan yang ada di Kabupaten Donggala. Karena itu kami terus melakukan pembinaan pada peternak untuk pengembangan untuk menghasilkan komoditi unggulan yang bernilai jual,” kata Kepala Distanak Keswan Kabupaten Donggala, Sofyan Dg. Malaba pada media ini. (JAMRIN AB)


Jumat, 04 April 2014

LEGENDA TERJADINYA PUSAT LAUT: Kumpulan Cerita Rakyat Donggala

DAPATKAN BUKU INI DI TOKO BUKU RAMEDIA, JL. HASANUDDIN, KOTA PALU, Depan Bank Mandiri.

SUDAH TERBIT DAN BEREDAR
RINGKASAN CERITA

LEGENDA TERJADINYA PUSENTASI:
Yamamore putri seorang Raja Towale melarikan diri dari istana demi menghindari perkawinan paksa. Dalam pelariannya, ia bersembunyi dengan cara mencemplungkan diri ke dalam telaga air asin. Maka sejak itulah Yamamore menghilang dan tempatnya dinamai pusat laut atau Pusentasi.

LEGENDA TERJADINYA DANAU DAMPELAS:
Berawal dari keinginan Sang Pelaut menaklukkan Negeri Dampelas, akhirnya terjadi perlawanan dari Mahadiyah. Peperangan pun terjadi hingga telaga yang dijadikan area pertarungan kemudian menjadi Danau Dampelas di Desa Talaga.

SANG PUTRI DAN BENGGA BULA:
Putri cantik dari Tanah Kaili diasingkan karena terserang penyakit cacar di tubuhnya. Dalam pengasingan itulah ia dikejar dan dijilat seekor Bengga Bula (kerbau putih), sehingga kulitnya sembuh. Sejak itu pula pihak raja dan keturunannya pantang makan daging kerbau putih.


ASAL MULA KALEDO:
Pada saat pembagian daging sapi, orang Kaili dating terlambat sehingga hanya mendapatkan tulang. Tana rasa kecewa, mereka kemudian memasak dengan eksperimen dengan hasil tak kalah enaknya. Sejak itulah Kaledo (kaki lembu donggala) jadi masakan favorit.

LEGENDA TERJADINYA LEMBAH KAILI
Saat akan dilakukan perlagaan ayam milik sang pelaut Sawerigading dengan ratu Ngilinayo, tiba-tiba terjadi gempa dahsyat. Memporak-porandakan negeri Lembah Kaili membuat kapal Sawerigading hancur dan banjir banda tiba dan tanah longsor menimbun laut teluk Kaili menjadi lembah.

GONENGGATI:
Seorang raja perempuan Kaili yang kharismatik dan berpikiran demokratis mempersatukan negeri-negeri Kaili dalam keadatan Pitunggota. Ia berkuasa di Kanggihui (Kanggirui) yang pusatnya di atas pegunungan (kini masuk wilayah Kabonga, Kecamatan Banawa).

CERITA TENTANG KUCING KERAMAT: Seekor kucing menyelam ke dalam telaga mengambil jarum milik Sang Putri yang jatuh. Akibatnya, kucing itu basah kuyub dan tak lama kemudian hujan deras dan banjir bah. Dalam mitologi beberapa suku di Sulawesi Tengah, kucing masih disakralkan tidak boleh disakiti atau disiram karena dipercaya akan menimbulkan bencana.

Selasa, 25 Desember 2012

Silaturahmi Budaya Etnis dalam PIPAF



PALU-Sejumlah seniman dari berbagai daerah di Indonesia kembali melakukan silaturahmi budaya dalam seni pertunjukan dengan event Palu Indonesia Performing Arts Festival (PIPAF) selama tiga hari (20-23/12). Keberagaman materi dalam festival tersebut diakumulasikan dalam basis tari, teater dan musik berakar tradisi dan kontempores. 

Para wakil seniman dari Yogyakarta, Solo, Surabaya, Gorontalo, Makassar dan sejumlah komunitas etnis yang ada di Kota Palu menampilkan karya-karyanya yang menunjukkan kebergaman Indonesia dengan beragam latar etnis. Pertunjukan difokuskan di halaman TVRI Sulteng dan acara workshop dan diskusi seni dilaksanakan di Taman Budaya Sulteng.

Bahkan lebih menarik lagi perwakilan seniman dari Spanyol dan Belanda turut hadir memperesentasikan karya seninya sekaligus menyatu dalam kolaborasi seniman Indonesia. Sehingga bukan saja terjadi silang budaya antaretnis di Indonesia, tapi sebuah silaturahmi  antarbangsa bisa tercipta dalam panggung di Kota Palu. Event PIPAF tersebut digagas Yayasan Tadulakota’ kerja sama  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng dan TVRI Sulteng yang secara berrsamaan sedang merayakan HUT ke 11 pada 2012 ini.

“Adanya event kami sangat merespon dan memberi dukungan dan Gubernur Sulteng  sendiri menanggapi positif, walau persiapannya begitu singkat tapi pemerintah sangat mendukung. Apalagi sifatnya menghadirkan sejumlah perwakilan etnis dari berbagai budaya di Indonesia, dan adanya seniman dari dua negara ini bias menjadi momentum untuk saling bertukar informasi dan saling memberi masukan,” ungkap Siti Norma Mardjanu selaku Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng.
Karena itu pula, Norma Mardjanu mengharapkan agar event ini bisa berlanjut masa akan datang sehingga memperkaya keberadaan kegiatan festival yang ada di Sulteng. Sebab ini sebagai strategis untuk menjadi bagian dari pembangunan kesenian maupun pariwisata yang berbasis pada local etnic dengan inovasi-inovasi baru maupun proses elaborasi dari berbagai unsur seni dengan segala.
Mempromosikan melalui pertukaran seni budaya dalam merekatkan nilai-nilai solidaritas dan kekerabatan antar seniman baik dalam skala nasional maupun internasional.
Sementara itu Hapri Ika Poigi selaku Direktur Yayasan Tadulakota’ danpenggagas PIPAF menyebutkan tujuan utama event ini sebagai media silaturahmi budaya antarbangsa yang pada akhirnya akan bermuara pada tumbuhnya saling pengertian antarbudaya yang berbeda. “Terutama merangsang pertumbuhan kreativitas yang berkesinambungan di tanah air untuk memperkuat daya saing global di dunia industri kreatif seni dan budaya,” jelas Hapri.
Menurut dosen antropologi FISIP UNTAD ini optimis kalau event ini menjadi pintu bagi proses transkulturasi antarabudaya materil dan ekspresif yang ada di daerah ini dengan budaya dan kultur dari daerah lain. Karena itu  diharapkan akan mampu menjadi media sharing pengetahuan, pengalaman, informasi dibidang seni budaya yang bersifat  global. Termasuk mampu menjadi ajang pertukaran nilai-nilai ekonomis mulai dari skala kecil, menengah hingga skala besar yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Gagasan lama
Sebetulnya event PIPAF 2012 adalah gagasan lama dan ini merupakan lanjutan, karena tahun 1998 Yayasan Tadulakota’ bersama Kantor Wilayah Departemen Pariwisata dan Seni Budaya Provinsi Sulawesi Tengah pernah merancang program bersama berupa lomba tari kreasi ’98.
Pada tahun 1999 kemudian ditingkatkan menjadi Palu Dance Festival 99. Pada event ini paket kegiatan yang dipresentasikan tidak hanya paket Lomba Tari Kreasi namun juga dipresentasikan paket kegiatan lainnya seperti Eksebisi Musik Tradisi, dan Seni Pertunjukan Kontemporer. Paket kegiatan Lomba Tari Kreasi juga lebih diperluas dalam cakupan basis ide garapan yang digarap dan dipresentasikan oleh para Seniman dan Koreografer Tari. Basis ide yang dijadikan acuan tidak hanya Dero tetapi semua kesenian dan budaya tradisi yang berformat melingkar seperti Balia, Rego, Vunja, Lulo dll.
Dalam catatan Yayasan Tadulakota’ menyebutkan hingga pada tahun 2001, Kota Palu kembali menjadi saksi dari sebuah fenomena seni budaya yang bertajuk Palu Indonesia Dance Forum (PID-F) 2001 yang mempresentasikan beragam seni pertunjukan dan senirupa, fotografi, instalasi dan berbagai kegiatan dengan diikuti sekitar 350 seniman dari berbagai kota Indonesia dan mancanegara.
Namun dalam perkembangannya, festival atau event yang digagas komunitas seni di Kota Palu mengalami pasang-surut, kecuali agenda festival dominasi pemerintah tetap jalan. Di antaranya Pekan Budaya Sulteng, Festival Teluk Palu, Festival Danau Lindu dan Festival Danau Poso. Tetapi event yang sifatnya lebih berorientasi swadaya seniman dengan keberagaman etnis/suku dari sejumlah daerah di Indonesia sangat minim digelar di Kota Palu, sehingga kehadiran PIPAF 2012 merupakan momentum untuk lahirnya Festival Internasional atau Asia Pasifik masa akan datang.(JAMRIN AB)

Sabtu, 15 Desember 2012

NGILINAYO Kumpulan Cerita Rakyat dari Kabupaten Sigi (Draf Persiapan)

NGILINAYO
Kumpulan Cerita Rakyat
dari Kabupaten Sigi



OLEH:



Jamrin Abubakar


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………

SAMBUTAN……………………………………


Ngilinayo dan Sawerigading ……................

Perkelahian Labolong dan Lindu …………


Sang Putri dan Bengga Bula …....................

Gadis Kulavi Dalam Pohon …………………

CERITA DARI DOLO……………………………

CERITA DARI MARAVOLA..............................

CERITA DARI PALOLO………………………

Senin, 03 September 2012

Bantuan Sapi di Donggala Pengelolaan Tanggungjawab Koptan?

 
DONGGALA-Kepala Bidang Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) pada Dinas Pertanian Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Donggala, Ansar mengklarifikasi soal pemberitaan tentang sapi bantuan yang diduga bermasalah di Desa Balukang, Kecamatan Sojol. Yakni ternak sapi bali 35 (bukan 30) ekor sebagai  bantuan Pemkab Donggala untuk dipelihara dalam kandang sekaligus untuk produksi pembuatan pupuk organbik. Namun kemudian harapan untuk pengolahan pupuk itu tidak dilaksanakan, karena masing-masing ternak sapi dibawa anggota kelompok tani (koptan).
 
Menurut Ansar, soal belum difungsikanya kandang sapi untuk pembuatan pupuk organik (bukan bio gas) sesuai yang diharapkan, kemungkinan karena warga masing-masing memiliki kesibukan. Kemungkinan hanya  sementara saja sapi-sapi itu dibawa masing-masing anggota koptan, bukan berarti kandang yang tersedia itu nantinya tidak digunakan. “Sebab bisa saja sapi itu hanya sementara di luar kandang dan dibawa oleh warga selama mereka adalah anggota kelompokn tani. Yang tidak bisa itu kalau kemudian sapi itu dibagi-bagikan pada warga yang bukan anggota kelompok tani, itu sama sekali tak boleh,” jelas Ansar, Rabu (29/8).
 
Selain itu, Ansar mengatakan penanganan bantuan sapi untuk masyarakat itu sebetulnya sudah merupakan tanggungjawab anggota kopta. Sebab pemerintah sebagai fasilitator sudah melakukan upaya pengadaan sesuai permintaan masyarakat, namun demikian pihaknya tetap melakukan pembinaan dan koordinasi berupa imbauan melalui surat sebanyak dua kali untuk mengolah pembuatan pupuk oranik dari kotoran sapi itu. Bahkan pada awalnya selama tiga hari warga dalam koptan diberi bimnbingan untuk pengolahan karena alatnya tersedia.
 
Karena itu pula pihak Dinas Pertanian Donggala merencanakan akan melakukan koordinasi dengan pihak koptan yang ada di Desa Balukang, Kecamatan Sojol dan juga Desa Ogoamas, Kecamatan Sojol Utara. Sebagai informasi, pengadan sapi bantuan tersebut merupakan proyek tahun 2011 lalu dengan jumlah ternak 35 ekor. Namun dua di antaranya telah mati, tetapi telah dibuatkan berita acaranya. “Karena itu kami tetap mengajak kelompok tani agar menfungsikan kadang sapi untuk pembuatan pupuk organic agar lebih bermanfaat bagi pengolahan pertanian warga setempat, terutama anggota kelompok tani sendiri,” jelas Ansar